Thursday, March 27, 2008
Di Balik Manfaat Serat
Pada intinya substansi yang kita konsumsi mempunyai nilai plus-minus, di satu sisi ada peran positif dan di sisi lain ada aspek negatif. Konsumsi gizi seimbang niscaya akan mendatangkan manfaat positif lebih banyak bagi tubuh kita.
Pada umumya, apapun yang dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan memberikan efek negatif bagi tubuh, baik secara langsung atau tidak langsung. Begitu juga dengan serat, ternyata beberapa penelitian telah menemukan efek negatif dari serat, khususnya terhadap ketersediaan biologis (biovailabilitas) dan homeostasis mineral dan vitamin di dalam tubuh.
Para ahli belum menggolongkan serat makanan ke dalam kelompok gizi (nutrisi). Justru serat makanan termasuk dalam kelompok senyawa anti gizi. Senyawa tersebut dapat menghambat penggunaan unsur gizi di dalam tubuh, dan bahkan dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut sangat merugikan, karena dapat berikatan dengan protein, karbohidrat, lemak, dan beberapa mineral membentuk senyawa komplek yang tidak dapat diserap oleh usus halus. Namun demikian para ahli gizi menyarankan agar masyarakat mengkonsumsi makanan yang kaya kandungan karbohidrat komplek seperti serat makanan tersebut, karena senyawa tersebut sangat baik mengontrol berbagai penyakit kronis seperti telah disebutkan di atas. Yang perlu diingat adalah konsumsi serat jangan sampai berlebihan dari angka kecukupan yang dianjurkan.
Secara teoritis pengaruh serat makanan terhadap biovailabilitas mineral dan vitamin terjadi melalui beberapa mekanisme. Pertama, kelarutan mineral dapat menurun karena terjadinya interaksi ionik atau membentuk kompleks dengan serat, sehingga mengganggu pembentukkan misel mineral. Kedua, serat makanan dalam beberapa kasus dapat meningkatkan viskositas lumen dan menurunkan laju migrasi zat gizi fase padat dari lumen menuju permukaan mukosal usus. Ketiga, kombinasi dari penurunan waktu transit melalui usus oleh serat, masuknya mineral dan vitamin ke dalam matriks serat, dan kemungkinan perubahan pada morfologi permukaan usus memungkinkan terjadinya beberapa mekanisme lain yang akan menurunkan biovailabilitas mineral dan vitamin.
Pengaruh Serat Makanan Trhadap Bioavailabilitas Mineral
Penelitian-penelitian secara in vitro (di luar tubuh) menunjukan bahwa serat makanan, seperti serat gandum, serat dedak, selulosa dan lignin dapat mengikat sejumlah mineral sehingga menurunkan kelarutan dan mungkin boivailabilitas mineral. Interaksi serat dengan mineral juga dapat terjadi di dalam matriks pangan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, yaitu: (1) adanya pengkompleks (kelator) seperti asam askorbat (vitamin C), asam sitrat, asam oksalat, asam fitat dan beberapa asam amino; (2) pengaruh perlakuan pH dan panas; (3) konsentrasimineral lain yang dapat berkompetisi dengan mineral tersebut; serta (4) kemampuan sumber serat untuk difermentasi dalam kolon dan potensi untuk diambil kolon dari mineral terikat sebelumnya.
Pengaruh serat makanan terhadap biovailabilitas (ketersediaan biologis) mineral pada hewan dan manusia dapat dilakukan dengan menggunakan mineral yang sudah ditandai dengan radioaktif. Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa sekitar 2/3 dari studi tersebut menunjukkan terjadinya gangguan pada penggunaan mineral besi (Fe), seng (Zn) dan kalsium(Ca) di dalam tubuh . Namun demikian, cadangan mineral-mineral tersebut dalam tubuh tidak menurun.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian serat makanan tidak larut air, seperti serat gandum dan selulosa selama 4 minggu memberikan efek negatif yang nyata terhadap keseimbangan kalsium (Ca). Kemungkinan penyebabnya adalah adanya efek kombinasi negatif dari serat buah dan sayur dengan asam oksalat dari bayam. Namun, jika pengamatan diulangi lagi dengan periode waktu selama 6 minggu, keseimbangan kalsium terlihat tidak terlalu negatif. Ternyata keadaan ini dimungkinkan oleh terjadinya adaptasi oleh tubuh terhadap jumlah serat yang dikonsumsi dalam jumlah tertentu pada waktu tertentu pula.
Pada tahun 1942, McCance dan Widdowson melaporkan bahwa serat yang terdapat dalam roti dapat menurunkan penyerapan besi (Fe). Serat makanan yang diperoleh dari kedele, selulosa, gum, buah, sayuran dan serat gandum tidak mempunyai efek negatif terhadap keseimbangan besi jika dikonsumsi 20-25 gr/hari. Namun, jika kadar serat ditingkatkan menjadi 35 gram/hari dengan penambahan serat gandum, maka akan diperoleh keseimbangan negatif. Hal ini memberikan suatu batas konsumsi serat makanan sekitar 30 gram/hari atau 70 gram serat gandum agar keseimbangan besi tidak terganggu.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, para ahli melihat bahwa disamping serat makanan, ternyata ada komponen makanan lain yang juga dapat berinteraksi dengan mineral. Jadi, jika kita ingin menguji pengaruh serat makanan dari sumber makanan terhadap biovailabilitas mineral, maka kita harus mempertimbangkan keberadaan komponen lain tersebut dalam suatu sumber serat. komponen yang sering berpotensi memiliki efek merugikan terhadap keseimbangan mineral adalah pengkelat (khelator) seperti asam fitat dan asam oksalat. Asam fitat diketahui mengikat mineral secara in vitro dan menurunkan penyerapan mineral pada manusia. Menariknya, dalam suatu penelitian, mereka yang mengkonsumsi serat mengandung fitat memperlihatkan penyerapan Zn, Fe, Mn, Cu, dan Ca yang menurun selama 5 hari pertama penelitian, tetapi meningkat lagi setelah 10 hari berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh sekali lagi melakukan adaptasi positif seiring dengan waktu terhadap faktor-faktor yang mengikat mineral secara in vitro.
Pengaruh Serat Makanan Terhadap Bioavailabilitas Vitamin
Pengaruh serat makanan terhadap biovailabilitas vitamin tidak terlalu banyak diteliti, sehingga data yang tersedia juga tidak terlalu lengkap. Namun, para ahli memprediksikan bahwa karena beberapa diet tingggi serat dapat meningkatkan pengeluaran (ekskresi) lemak dalam feses, seperti kolesterol, serta kemungkinan tidak terbentuknya misel lemak, maka vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K) pun akan ikut terbuang dan menurunkan bioavailabilitas vitamin larut lemak.
Laporan-laporan penelitian tentang biovailabilitas vitamin larut air dengan adanya serat makanan memperlihatkan hasil yang beragam. Serat gandum dan selulosa meningkatkan penyerapan riboflavin (vitamin B2), niasin (vitamin B3), dan asam askorbat (vitamin C), memiliki sedikit pengaruh terhadap piridoksin (vitamin B6), mempunyai efek berlawanan terhadap status cyanocobalamin (vitamin B12), dan memberikan pengaruh bervariasi terhadap asam folat. Mekanisme yang mendasari juga belum jelas. Pengikatan vitamin terhadap sumber serat, ganguan interaksi vitamin dengan reseptor usus, seperti reseptor ileal untuk vitamin B12 dan penurunan aktifitas enzim brush border usus, seperti yang diperlukan untuk penyerapan riboflavin dan vitamin. Khusus untuk asam folat, serat makanan secara teoritis dapat menurunkan bivailabilitas vitamin ini dengan cara menurunkan jumlah mineral seng dalam jaringan, karena pengikat asam folat di usus merupakan suatu enzim yang bergantung pada seng.
Efek Samping Suplemen Serat Makanan
Ahli pangan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB Prof. Dr. Tien R. Muchtadi melaporkan adanya konsumen yang menderita ileus (usus tersumbat karena kebanyakan serat) dan dehidrasi (tubuh kekurangan cairan) setelah mengkonsumsi suplemen. Kesimpulannya, suplemen serat makanan harus dikonsumsi sesuai aturan dan takaran yang tepat.
Gum, yaitu serat makanan dari tanaman darat misalnya kulit ari gandum seperti yang saat ini banyak ditawarkan sebagai suplemen serat makanan di pasaran mempunyai efek samping tertentu. Serat dari jenis ini memiliki sifat hidrofilik (mengikat air) yang lebih kuat daripada sineresisnya (keluarnya air dari matriks gel), sehingga untuk mengkonsumsinya harus disertai dengan meminum air yang sesuai aturan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tubuh akan mengalami dehidrasi (kekurangan cairan).
Contoh sumber serat makanan yang enak dan aman dikonsumsi (tidak menimbulkan dehidrasi) adalah makanan yang berasal dari rumput laut, yaitu agar-agar. Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut, seperti agar-agar, karaginan, dan alginat, pada umumnya memiliki keseimbangan yang cukup baik antara sifat hidrofilik dan sineresisnya. Agar-agar, setelah diseduh air panas dan kembali ke suhu kamar sudah mencapai kesimbangan, dan setelah di perut tidak lagi menyerap air. Bahkan karena proses enzimasi dan keadaan lambung yang asam membantu mempercepat sineresis agar-agar.
Adanya interaksi serat makanan dengan mineral dan vitamin ini perlu diperhatikan oleh mereka yang tergolong rawan gizi, seperti orang tua, ibu hamil dan menyusui, serta orang sakit. Karena pada kelompok ini, relatif rendah konsumsi pangannya. Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah mengkonsumsi pangan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh adalah suatu anjuran yang lebih menyehatkan dan harus diikuti.
0 comments:
Post a Comment